BAB 1
PENDAHULUAN
Salmonella merupakan bakteri
yang ditemukan di Amerika pada tahun 1899. Sakit yang disebabkan oleh
salmonella disebut salmonelosis. Penyakit ini terus meningkat dengan
semakin intensifikasinya produksi peternakan dan teknik laboratorium yang
semakin canggih.Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab
infeksi. Jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang
disebut salmonellosis. Gejala salmonellosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis.
Selain gastroenteritis, beberapa spesies Salmonella juga dapat menimbulkan gejala
penyakit lainnya. Misalnya demam enterik seperti demam tifoid dan demam paratifoid,
serta infeksi lokal.
Bakteri Salmonella dapat
ditularkan dari hewan yang menderita salmonellosis atau karier ke manusia,
melalui bahan pangan telur, daging, susu, atau air minum dan bahan-bahan lainnya
yang tercemar oleh ekskresi hewan penderita atau sebaliknya (animal and
human carrier)
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
Salmonella ditularkan kepada manusia
terutama sewaktu makan makanan yang tidak cukup matang dari binatang yang
terinfeksi (yaitu daging, ayam, telur dan produknya). Penularan melalui
‘pencemaran silang’ terjadi apabila Salmonella mencemari makanan yang siap
dimakan: misalnya, apabila makanan yang tidak akan dimasak lagi dipotong dengan
pisau tercemar atau melalui tangan pengendali makanan yang terinfeksi.
Salmonella dapat menular dari orang ke orang melalui tangan orang
yangterinfeksi. Penyakit ini juga dapat ditularkan dari binatang kepada
manusia. (anonimus : 2008)
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat
yang menyebabkan tifoid, paratifod, dan penyakit foodborne. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfida. Salmonella dinamai dari Daniel
Edward Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis) yang pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi. (anonimus : 2012)
Salmonela merupakan biasa
terdapat pada semua hewan dan burung dan diekskresikan melalui tinja. Strain
yang diadaptasi oleh hospes dapat menyebabkan penyakit serius (misalnya salmonellosis
dublin pada ternak, salmonellosis
pulorum
pada ayam)Reservoir utama pada infeksi manusia adalah unggas, sapi, domba, dan
babi. Infeksi pada hewan diperoleh akibat pemberian makanan hewan dengan
kotoran rumah pejagalan, penyebaran oral-fekal dan tinja yang terkontaminasi
telur yang menetas.
salmonellosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan
oleh organisme dari 2 jenis salmonella (S. enteritica dan S. bongori),
meskipun sebagai bakteri yang terdapat di saluran pencernaan, salmonella menyebar
luas di lingkungan, umumnya ditemukan pada sampah dan bahan-bahan yang
berhubungan. (Masniari : 2010)
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 ETIOLOGI
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
Gamma Proteobakteria
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
Salmonella
Lignieres 1900 |
Salmonellosis
adalah salah satu
penyakit zoonosis yang disebut foodborne diarrheal disease dan terdapat di seluruh dunia. Disebutfoodborne diarrheal
disease karena penyakit ini ditularkan oleh ternak carrier yang sehat kemanusia melalui makanan yang
terkontaminasi Salmonella
spp.
3.2 TRANSMISI
Salmonellosis pada sapi disebabkan oleh infeksi
bakteri Salmonella dublin, S. typhimurium atau S. newport.
Penyakit ini menyebabkan peradangan usus atau enteritis dan invasi organisme ke
dalam aliran darah menyebabkan septisemia. Salmonella tidak tahan hidup
di alam, terutama dalam suasana kering. Salmonellosis pada sapi di Indonesia
ditemukan di mana-mana. Pada tahun 1984 dilaporkan infeksi S. dublin
pada sapi dan kerbau di Sumatera Utara dan kemudian pada tahun 1988
salmonellosis telah menyebabkan banyak kematian pada sekelompok anak sapi di
Semarang.
Penularan salmonellosis terjadi melalui pakan atau
minuman yang tercemar dengan tinja dari ternak yang terinfeksi. Ternak yang
terinfeksi dapat tetap mengeluarkan kuman 3-4 bulan setelah sembuh. Selain
itu penularan juga dapat terjadi secara intra uterin. Gejala klinis
salmonellosis akut berupa demam, lesu, kurang nafsu makan. Pada sapi perah
dapat menurunkan produksi susu. Ternak juga mengalami diare berdarah dan
berlendir. Kematian dapat terjadi dalam waktu 3-4 hari setelah infeksi. Anak
sapi umur 2-6 minggu yang terinfeksi secara akut dapat mengalami septisemia
tanpa timbul diare. Selain itu hewan dalam keadaan bunting dapat mengalami
keguguran jika terinfeksi.
3.3 GAMBARAN KLINIS
Infeksi
subklinis sering terjadi dan mungkin banyak hewan yang menjadi carier yang
intermiten atau persisten. Tetapi sapi dapat menderita demam, diare, dan
abortus. Anak sapi mengalami wabah epizootik diare dengan angka kematian yang
tinggi. Pada babi, demam dan diare lebih jarang terjdi dibanding sapi. Domba,
kambing, dan unggas yang terinfeksi biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda
infeksi.
Diagnosis
di dasarkan atas gejala klinis, identifikasi kuman dan perubahan pasca mati
berupa penebalan selaput lendir usus yang berdarah dan jejas nekrotik. Pada
anak sapi yang terserang selaput lendirnya dapat terjadi pneumonia. Isolasi
kuman dapt dilakukan dari spesimen tinja, air kencing dan potongan usus.
Diagnosis banding salmonellosis adalah pasteurellosis, keracunan pakan,
kolibasilosis, koksidiosis, IBR, infeksi Clostridium perfringens tipe B
dan C serta paratuberkulosis.
3.4 LESI (HITOPATOLOGI & PATOLOGI ANATOMI)
Setelah
berhasil memasuki tubuh
penderita kuman akan memperbanyak diri di dalam usus. Dalam waktu yang relative
singkat infeksi tersebut dapat menyebabkan septisemia (sepsis). Yang dalam
waktu pendek dapat menyebabkan kematian penderita. Apabila yang terjadi hanya
bakteriemia, mungkin kuman-kuman hanya akan menyebabkan radang usus akut. Pada
yang sifatnya kronik, kuman dapat diisolasi dari kelenjar-kelenjar limfe di
sekitar usus, hati, limpa dan kantong empedu. Kuman kadang-kadang dibebaskan
dari tubuh melalui tinja atau air susu. Pada infeksi yang bersifat laten, kuman
akan berkembang biak di dalam tubuh bila keadaan umumnya menurun. Penurunan
kondisi tubuh mungkin disebabkan karena stress pengangkutan atau oleh gangguan
faal yang lain.
Gambar 3.2 Septisemi
3.5 DIAGNOSA
Untuk
menumbuhkan Salmonella dapat digunakan berbagai macam media,
salah satunya adalah media Hektoen Enteric Agar
(HEA). Media lain yang dapat digunakan adalah SS agar, bismuth sulfite agar,
brilliant green agar, dan xylose-lisine-deoxycholate (XLD) agar. HEA merupakan
media selektif-diferensial. Media ini tergolong selektif
karena terdiri dari bile salt yang berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri
gram positif dan beberapa gram negatif, sehingga diharapkan bakteri
yang tumbuh hanya Salmonella. Media
ini digolongkan menjadi media diferensial
karena dapat membedakan bakteri Salmonella dengan bakteri lainnya dengan cara
memberikan tiga jenis karbohidrat
pada media, yaitu laktosa,
glukosa,
dan salisin,
dengan komposisi laktosa yang paling tinggi. Salmonella tidak dapat
memfermentasi laktosa, sehingga asam yang dihasilkan hanya sedikit karena hanya
berasal dari fermentasi glukosa saja. Hal ini menyebabkan koloni
Salmonella akan berwarna hijau-kebiruan karena asam yang dihasilkannya bereaksi
dengan indikator
yang ada pada media HEA, yaitu fuksin asam dan bromtimol blue.
Diagnosis di dasarkan
atas gejala klinis, identifikasi kuman dan perubahan pasca mati berupa
penebalan selaput lendir usus yang berdarah dan jejas nekrotik. Pada anak sapi
yang terserang selaput lendirnya dapat terjadi pneumonia. Isolasi kuman dapt
dilakukan dari spesimen tinja, air kencing dan potongan usus. Diagnosis banding
salmonellosis adalah pasteurellosis, keracunan pakan, kolibasilosis,
koksidiosis, IBR, infeksi Clostridium perfringens tipe B dan C serta
paratuberkulosis.
3.6 TREATMENT
Pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik Khloramfenikol. Obat ini
memberikan efek klinis paling baik dibandingkan obat lain. Tapi Khloramfenikol
memiliki efek toksik pada sumsun tulang. Dengan obat lain seperti : ampisilin,
amoksisilin, dan Trimetropin – sulfametoksasole dapat digunakan untuk
pengobatan demam tifoid dimana strain kuman penyebab telah resisten terhadap
khloramfenikol. Pencegahan terhadap infeksi Salmonella dilakukan dengan
imunisasi vaksin monovalen kuman Salmonella typhosa. Vaksin akan merangsang
pembentukan serum antibodi terhadap antigen Vi, O, dan H. antigen H memberikan
proteksi terhadap Salmonella typhosa, tetapi tidak demikian halnya antibodi Vi
dan O. pencegahan juga bisa dilakukan dengan perlakuan terhadap daging yang
baik dan, memberi pengetahuan tentang bahayanya kuman SalmonellaPengobatan
dengan antibiotik dan sulfonamid segera setelah terjadi diare dan demam akan
mengurangi kematian tetapi merupkan kontraindikasi bagi carier yang sehat
dimana pengobatan ini akan memperpanjang lamanya carier.
Terdapat
vaksin untuk Salmonellosis dublin dan Salmonellosis typhimurium
pada anak sapi. Sediaan vaksin hidup dari strain kasar Salmonellosis dublin
memberikan perlindungan yang baik bagi anak sapi untuk melawan Salmonellosis
dublin dan Salmonellosis typhimurium.
BAB 4
KESIMPULAN
1. Infeksi salmonella menyebabkan septisemia
(sepsis)
2. Pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik Khloramfenikol.
3. Diagnosis di dasarkan
atas gejala klinis, identifikasi kuman dan perubahan pasca mati berupa
penebalan selaput lendir usus yang berdarah dan jejas nekrotik.
4. Salmonellosis
pada sapi disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella dublin, S. typhimurium
atau S. Newport.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.2008.
Syarat Kesehatan Hewan Sapi Bibit
Ditinjau dari Penyakit Bakteri..http://www.bbalitvet.org/index.php?option=com_content&task=view&id=298&Itemid=1