Minggu, 28 April 2013

PERBADAAN TELUR AYAM RAS DAN BURAS

 

Biasanya ayam ras betina bertelinga putih akan menghasilkan telur yang putih. Sedangkan ayam ras bertelinga merah akan menghasilkan telur berwarna cokelat dan sedikit berbintik biru. Namun keduanya memiliki nutrisi yang sama yaitu 154 kkal energi, 12,4 gr protein, 10,8 gr lemak dan 0,7 gr karbohidrat.

Telur ayam kampung asli bentuknya kecil, kulitnya dapat berwarna kecoklatan atau putih. Ciri khasnya, kulitnya halus bila diraba dan tidak berkapur. Telur ayam kampung banyak ditemukan di pasar tradisional di pedesaan.

Perbedaan warna kulit telur disebabkan oleh pigmen yang ada dipermukaannya yaitu Cephorpyrin. Kulit telur berwarna cokelat memiliki ketebalan sekitar 0,51 mm, sedangkan tebal kulit telur warna putih hanya 0,44 mm. Hal tersebut akan mempengaruhi masa penyimpanan telur.

Dari segi kandungan gizi,seperti lemak, kolesterol, vitamin, dan lainnya, tidak ada perbedaanmencolok antara telur ayam kampung dan ayam ras. Dan dalam memilih telur ayam kampung harus cukup berhati-hati, mengingat banyak beredar telur ayam arab atau telur ayam ras yang ukurannya kecil atau dikecilkan, dengan kulit yang mirip dengan telur ayam kampung.

Kadar vitamin E dan Omega-3 yang terdapat dalam telur ayam kampung lebih banyak, yakni lebih kurang dua kali lipatnya.


Kuning telur yang terdapat dalam telur ayam kampung juga mengandung zat lecithin dimana bersama omega-3 tersebut bermanfaat dalam menyeimbangkan kadar kolesterol dan lemak jenuh dalam tubuh. Dan bagi Anda penderita kolesterol tinggi, sebaiknya memilih telur ayam kampung sebagai menu pilihan. Ini karena kandungan kolesterol ayam kampung sepertiga lebih sedikit dibandingkan pada telur ayam ras. Beta karoten yang ada dalam telur ayam kampung jauh lebih tinggi. Ini bisa dilihat dari warna kuning telurnya yang lebih berwarna dan sedikit lebih gelap. Juga kandungan vitamin D-nya yang tiga sampai enam kali lebih banyak dari telur ayam ras.


Telur ayam kampung lebih menyehatkan daripada telur ayam ras karena perlakuan dan kebiasaan hidup ayam kampung yang lebih bebas daripada ayam ras yang selalu dikandangkan. Ayam kampung mendapat sinar matahari yang cukup dan selalu bergerak kemana-mana. Beda dengan ayam ras yang selalu dikandang dan tidak mendapat sinar matahari yang cukup. Makanan ayam kampung juga lebih bervariasi seperti biji-bijian, cacing, ulat, dedaunan hijau dan lain-lain.

Minggu, 17 Februari 2013

GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Bab I . Pendahuluan

Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh sangat dibutuhkan demi menjaga kesetabilan kerja dan koordinasi dari fungsi tubuh agar tetap berjalan dengan normal. Di dalam tubuh manusia dan hewan itu sendiri, terdapat berbagai proses fisiko-kimia, enzimatik dan biolistrik yang berada dalam keadaan seimbang dan bekerja secara harmonis dan berfungsi optimal dalam kondisi tertentu. Tubuh selalu berusaha agar seluruh nilai berada dalam batas normal atau dengan kata lain, set-point di dalam tubuh berada dalam suatu rentang yang konstan melalui proses yang disebut homeostasis. Dengan demikian, homeostasis adalah sistem kontrol tubuh dalam mempertahankan nilai-nilai berbagai faktor realtif stabil pada suatu set point. Pada keadaan ini, seluruh sistem metabolisme bekerja sama secara harmonis satu dengan yang lain dalam menjalankan fungsinya.

Salah satu syarat agar seluruh sistem metabolisme tubuh dapat bekerja sama secara optimal ialah konsentrasi atom hidrogen atau pH berada dalam rentang normal. Sebagian besar enzim yang terlibat dalam proses metabolisme bekerja optimal jika pH tubuh berkisar antara 7,35-7,45. Perubahan pH akan menyebabkan perubahan struktur dan fungsi enzim serta berbagai proses metabolisme tubuh. Nilai pH normal tersebut dipertahanan oleh berbagai faktor, antara lain keseimbangan air dan elektrolit, sistem buffer, serta sistem respirasi dan ginjal. Bila sistem buffer, respirasi dan ginjal tidak mampu mengantisipasi dan melakukan kompensasi, maka timbul gangguan fungsi organ tubuh.

I. Air dan Elektrolit

1.1. Air

Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusiadan hewan , persentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin, aktivitas, spesies dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan. Hal ini terlihat pada tabel berikut :

clip_image002Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia pada manusia

Usiailog Be r

at (%)

1.2. Elektrolit

Elektrolit adalah molekul anorganik terlarut yang berperan sebagai ion dalam konduksi aliran listrik. Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).

· Kation

Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

· Anion

Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).

Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.

a. Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:

- Left atrial stretch reseptor

- Central baroreseptor

- Renal afferent baroreseptor

- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)

- Atrial natriuretic factor

- Sistem renin angiotensin

- Sekresi ADH

- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.

b. Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel.

Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.

Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi

kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.

c. Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan

lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

d. Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk pertumbuhan +10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

e. Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali.

bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

· Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

clip_image004

Gambar 1. Susunan Kimia Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler

Diambil dari Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2:56

II. Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit

2.1. Karakteristik air dalam fisiologi

Air adalah senyawa esensial untuk semua makhluk hidup dan mempunyai beberapa karakteristik fisiologik:

- Media utama pada reaksi intrasel

- Diperlukan oleh sel untuk mempertahankan kehidupan. Hampir semua reaksi biokimia tubuh terjadi dalam media air, sehingga dapat dikatakan bahwa air merupakan pelarut untuk kehidupan.

- Pelarut terbaik untuk solut polar dan ionik.

- Media transpor pada sistem sirkulasi, ruang di sekitar sel (ruang intravaskuler, interstisium), dan intra sel

- Mempunyai panas jenis, panas penguapan, dan daya hantar panas yang tinggi sehingga berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh.

2.2. Jumlah Cairan Tubuh

Total body water (air tubuh total) dapat ditentukan melalui beberapa perhitungan yang menerapkan teknik dilusi dengan menggunakan berbagai zat seperti duterium, tritium, dan antipirin. Penentuan jumlah cairan ekstrasel biasanya diukur secara langsung akan tetapi lebih sulit dibandingkan pengukuran air tubuh total. Hal ini disebabkan bahan yang digunakan dalam proses dilusi harus hanya terdapat pada cairan ekstrasel dan tersebar pada seluruh kompartemen ekstrasel.

Beberapa cara mengukur kompatemen cairan tubuh, yaitu:

a. Pengukuran cairan kompartemen tubuh berdasarkan konsentrasi suatu zat di dalam kompartemen:

Konsentrasi zat = clip_image006

b. Dalam melakukan pengukuran jumlah air di kompartemen, perlu dilakukan perhitungan (koreksi) zat zat yang dieskresikan dalam kurun waktu yang dibutuhkan oleh zat tersebut sejak disuntikkan dan terdistribusi ke dalam kompatemen.

Vd : clip_image008

c. Untuk mengukur volume cairan kompartemen, diperhitungkan zat tertentu yang terdistribusi dengan sendirinya di dalam kompartemen. Sementara pengukuran volume kompartemen yang tidak mengandung zat tertentu, dilakukan dengan melakukan pengurangan.

- Untuk mengukur jumlah total air tubuh (total body water, TBW) dibubuhkan zat deuterium atau disebut deuterated water (D2O), tritium atau disebut tritiated water (THO), dan antipirin.

- Volume ekstraseluler (extracellular fluid volume, ECFV) diukur dengan melakukan pemberian label dengan inulin, sukrosa, mannitol dan sulfat.

- Volume plasma (plasma volume, PV) diukur dengan melakukan pemberian label radioaktif, yaitu radiolabeled albumin atau zat warna biru Evans (Evans blue dye yang berikatan dengan albumin).

- Volume intraselular (intracellular fluid volume, ICFV) diukur dengan melakukan substraksi :

ICF = TBW – ECFV

- Volume cairan interstisium (interstitial fluid volume, ISFV) diukur dengan melakukan substraksi :

ISFV = ECFV - PV

Pada hewan Jumlah cairan dalam tubuh diperkirakan dua pertiga dari berat badan hewan dan bervariasi pada setiap hewan tergantung atas kandungan lemak dan umur hewan. Pada neonatal volume persentase total kandungan air tubuh lebih tinggi dari dewasa, sedangkan pada manusia jumlah cairan tubuh totalnya kurang lebih 55-60% dari berat badan dan persentase ini berhubungan dengan jumlah lemak dalam tubuh, jenis kelamin dan umur. Pengaruh terbesar berhubungan dengan jumlah lemak tubuh. Kandiungna air di dalam sel lemak lebih rendah dibandingkan kandungan air dalam sel otot, sehingga cairan tubuh total pada orang yang gemuk lebih rendah dari mereka yang tidak gemuk. Pada bayi dan anak, persentase cairan tubuh total lbih besar dibanding dengan orang dewasa dan akan menurun sesuai dengan pertambahan usia. Pada bayi prematur jumlah cairan tubuh total sebesar 70-75% dari berat badan, sedangkan pada bayi normal dan pada orang dewasa sebesar 55-60% dari berat badan. Kadar lemak pada wanita umumnyalebih bayak dibadning dengan pria, sedangkan kadar air pada pria lebih besar dari pada wanita. Makin tua seseorang, biasanya jumlah lemaknya meningkat sedngkan jumlah airnya makin berkurang.

Bila diperkirakan sekitar 55% berat tubuh merupakan air, maka perhitungan cairan tubuh total menggunakan rumus :

Jumlah total air tubuh (L) = Berat badan (Kg) x 55%

Perhitungan ini hanya berlaku untuk individu dalam keadaan keseimbagnan air tubuh normal. Untuk orang dewasa obesitas hasil penghitungan rumus ini dikurangi 10%, sedangkan untuk orang kurus ditambahkan 10%.

Pada keadan dehidrasi berat, air tubuh total berkurang sekitar 10% maka pada keadaan dehidrasi berat air tubuh total dihitung dengan menggunakan rumus:

Jumlah air total tubuh (L) = 0,9 x Berat badan (Kg) x 55%

Perhitungan di atas tidak dapat digunakan pada keadaan edema karena kemungkinan kesalahan sangat besar.

3,3. Distribusi Cairan Tubuh

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairanintravaskular dan intersisial.

· Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.

· Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.

Cairan ekstraselular dibagi menjadi :

· Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.

· Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.

· Cairan transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar.

Cairan ekstrasel berperan sebagai :

- Pengantar semua keperluan sel (nutrien, oksigen, berbagai ion, trace mierals, dan regulator hormon/molekul).

- Pengangkut CO2 sisa metabolisme, bahan toksik atau bahan yang telah mengalami detoksifikasi dari sekitar lingkungan sel.

clip_image010

Diagram 1. Distribusi cairan tubuh

2.3. Pergerakan Cairan Tubuh

Pergerakan cairan tubuh (hidrodinamik) mencakup penyerapan air di usus, masuk ke pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh. Pada pembuluh kapiler, air mengalami filtrasi ke ruang interstisium dan selanjutnya masuk ke dalam sel melalui proses difusi, sebaliknya air dari dalam sel keluar kembali ke ruang interstisium dan masuk ke pembuluh darah.

Pergerakan air juga meliputi filtrasi air di ginjal (sebagian kecil dibuang sebagai urin), ekskresi air ke saluran cerna sebagai liur pencernaan (umumnya diserap kembali) serta pergerakan air ke kulit dan saluran nafas yang keluar sebagai kerinat dan uap air. Pergerakan cairan tersebut bergantung kepada tekanan hidorostatik dan osmotik.

2.4. Konsep Homeostasis

Sel-sel tubuh hanya dapat hidup dan berfungsi bila berada/terendam dalam cairan ekstrasel yang sesuai. Cairan ekstrasel ini biasa juga disebut lingkungan dalam tubuh (milieu interieur). Lingkungan dalam tubuh ini boleh dikatakan selalu konstan dan hanya dapat berdeviasi (berubah) dalam kisaran yang sangat sempit. Contoh: pH darah 7.40, hanya boleh berdeviasi antara 7.38-7.42. proses mempertahankan lingkungan dalam yang relatif stabil ini disebut homeostatis.

Berbagai faktor lingkungan dalam yang harus dipertahankan dengan mekanisme tertentu, antara lain:

· Kadar molekul nutrien yang diperlukan untuk metabolisme, misalnya kadar glukosa darah. Bila kadar glukosa darah meningkat, akan disekresi lebih banyak insulin; bila kadar glukosa darah menurun akan disekresi berbagai hormon seperti glukagon untuk meningkatkan glukosa darah.

· O2 yang terus dipakai dan harus selalu digantikan, CO2 yang terus dihasilkan dan harus dikeluarkan dalam jumlah yang sesuai. Bila kadar O2 darah arteri menururn atau kadar CO2 darah arteri meningkat, akn terjadi perangsangan dan peningkatan ventilasi.

· Kadar sisa metabolisme. Sisa metabolisme jangan sampai menimbulkan gangguan (toksis), dengan meningkatkan pengeluaran misal melalui paru (CO2), ginjal dan hati.

· Keasaman pH. Gangguan akibat perubahan pH terutama pada elektrofisiologi. Berbagai reaksi dalam sistem homeostasis akan segera mengatasi hal ini.

· Kadar air, garam-garam dan elektrolit lain, melalui berbagai hormon seperti ADH, aldosteron, ANP dan rasa haus.

Suhu tubuh, yang umumnya berkisar sekitar 37CO. berbagai reaksi tubuh akan timbul bila ada peningkatan suhu tubuh, seperti berkeringat dan vasodilatasi atau vasokonstriksi dan menggigil bila suhu tubuh terlalu rendah. Volume dan tekanan, misalnya peningkatan atau penurunan volume darah, tekanan darah, dengan berbagai respons yang sesuai.

Homeostatis air

Perubahan volume cauran ekstraselular dalam jumlah kecil tidak akan memberi reaksi fisiologik. Keseimbangan cairan dipertahankan dengan mengatur volume dan osmolaritas cairan ekstrasel. Bila terjadi peningkatan volume dalam jumlah besar akan timbul mekanisme koreksi yang serupa dengan pengaturan volume dan tekanan darah.

Peningkatan volume cairan ekstrasel akan meningkatkan volume darah dan tekanan darah dan sebaliknya. Jadi, pengaturan volume cairan ekstrasel penting dalam pengaturan tekanan darah. Oleh karena itu, pemantauan jumlah cairan ekstraselular dilakukan dengan melakukan pemantauan tekanan darah.

Bila asupan (intake) air terlalu banyak, akan segera dikeluarkan dengan mengurangi sekresi ADH (antidiuretic hormone) dari hipofisis posterior, yang mengurangi reabsorpsi air air di tubulus distal dan duktus koligentes nefron ginjal. Peningkatan volume plasma akan diikuti oleh berkurangnya venous return, yang akan meregang dinding atrium. Dengan adanya rangsangan pada reseptor (berupa baroreseptoryang berada di sinus karotid, sinus aorta dan dinding atrium kanan) akan merangsang pelepasan Atrial Natriuretic Peptide (ANP) yang menimbulkan blokade pada sekresi aldosteron dan diikuti peningkatan pengeluaran natrium dan air melalui urin.

Pada keadaan hipovolumia baik karena kekurangan intake atau pengeluaran berlebihan seperti pada diare dan muntah-muntah, tubuh berusaha menghambat pengeluaran air lebih lanjut dengan menambah sekresi ADH, yang meningkatkan reabsorpsi air di ginjal. Juga timbul rasa haus dan dorongan untuk minum, agar kekurangan itu segera teratasi.

Pada saat terjadi penurunan volume cairan ekstraselular, volume dan tekanan darah akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan rangsangan pada sistem renin-angiotensin sehingga timbul respons berupa pengurangan produksi urin (restriksi pengeluaran cairan), rangsangan haus yang disertai dengan meningkatnya pemasukan cairan yang selanjutnya akan meningkatkan volume cairan ekstraselular. Keseimbangan cairan dipertahankan dengan mengatur volume dan osmolaritas cairan ekstrasel.

Mekanisme homeostasis air dan elektrolit bertujuan mempertahankan volume dan osmolaritas cairan ekstrasel dalam batas normal dengan mengatur keseimbangan antara absorpsi diet (makanan dan minuman) dan eksresi ginjal (konservasi dan eksresi air dan elektrolit) yang melibatkan juga sistem hormonal.

Homeostasis elektrolit

Keseimbangan elektrolit ini sangat penting karena mempengaruhi keseimbangan cairan dan fungsi sel. Keseimbangan elektrolit ini sangat penting karena mempengaruhi keseimbangan cairan dan fungsi sel.

Ada dua kation yang penting, yaitu natrium dan kalium. Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik cairan ekstraselular dan intraselular dan langsung berhubungan dengan sistem selular. Oleh karenanya pembahasan kedua jenis kation ini sangat penting dalam keseimbangan elektrolit.

Elektrolit adalah senyawa yang di dalam larutan berdisiosiasi menjadi ion muatan positif dan negatif. Elektrolit penting dalam mengatur keseimbangan dan fungsi sel. Dalam dua kompartemen cairan tubuh terdapat beberapa kation dan anion (elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Perbedaan yang nyata antara cairan ekstrasel dan intrasel terletak pada kation. Dua kation penting, yaitu natrium dan kalium langsung berhubungan dengan fungsi sel. Jumlah kation sama dengan jumlah anion pada setiap komparteemen.

2.5. Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.

Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.

Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.

Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasaLUIDclip_image012S FLUID LOSES

2.6. Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume

clip_image014

a. Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling siring terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus. Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.

Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan

kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.

Tabel.3 Tanda-tanda klinis dehidrasi

clip_image016

Tabel. 4 Derajat dehidrasiDehidrasi Dewasa Anak

clip_image018

Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Beberapa pendekatan terangkum dalam tabel 5.

Tabel.5 Pendekatan pada masalah cairan dan elektrolit18clip_image020

Tabel.6 Rumatan cairan menurut rumus Holliday-Segar

clip_image022

Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung disesuaikan . Cara rehidrasi17 :

1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc

2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)

3. Pemberian cairan :

a. 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot18)

b. 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (menurut Guillot 18)

b. Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenik (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.

2. Perubahan konsentrasi

Hiponatremia

Na= Na1 – Na0 x TBW

Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12 Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan

Na0 = Na serum yang aktual

TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

Hipernatremia

Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak

{(X-140) x BB x 0,6}: 140.12

Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).

Rumus untuk menghitung defisit kalium :

 
 

K = K1 – K0 x 0,25 x BB

K = kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)

Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.

3. Perubahan komposisi

Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)

Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.

Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg) Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.

Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)

Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

Kesimpulan

Pada hewan Jumlah cairan dalam tubuh diperkirakan dua pertiga dari berat badan hewan dan bervariasi pada setiap hewan tergantung atas kandungan lemak dan umur hewan. Pada neonatal volume persentase total kandungan air tubuh lebih tinggi dari dewasa, sedangkan pada manusia Sekitar 60% tubuhnya terdiri dari cairan yang didistribusikan ke dua kompartemen utama, yaitu satu per tiga cairan ekstraseluler dan dua per tiga cairan intraseluler. Dari 33,3% total cairan tubuh, cairan ekstraseluler terdiri dari 78% plasma dan 22% cairan interstisial. Komposisi kimiawi cairan tubuh dalam keadaan normal adalah terjadi keseimbangan antara ion positif dan ion negatif. Natrium dan klorida merupakan ion yang dominan dalam plasma darah, sedangkan kalium dan asam fosfat lebih dominan dalam cairan intraseluler.

Terapi defisit cairan terdiri dari tiga komponen, yaitu menentukan derajat defisit, menentukan tipe defisit cairan, dan mengoreksi defisit cairan. Derajat defisit cairan ditentukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien

DAFTAR PUSTAKA

1. Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam Basa, Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis, dan Tatalaksana. Unit Pendidikan Kedokteran-Pengembangan Keprofesioan Berkelanjutan. FKUI. 2007

2. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, Asam dan Basa. Kuntarti, Skp., M. Biomed. (Diakses tanggal 08 Desember 2012).

3. http/www.Ourblogtemplates.com

4. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri: Elsevier-mosby; 2005.p3-227

5. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi intensif FK Undip: Semarang; 2004: 1-60.

6. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative dehydrationdoes it improve outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46: 1089-93

7. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh. 2003;47(5):380-387.

8. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.Fakultas KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.

9. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B. Saunders company; 1997: 375-393

10. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002

11. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed. Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.

12. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york: McGraw-Hill; 1999:53-70.

13. Silbernagl F, Lang F. Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme; 2000: 122-3.

14. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center for Veterinary Health. 2006(Diakses tanggal 08 Desember 2012).

15. Tersedia dari: http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm

16. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.

17. Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius;2000:1-58.

18. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar (Diakses tanggal 08 Desember 2012).

Tersedia dari: URL: http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.

19. Fakultas Kedokteran Unpad. Protokol Tindakan Bedah. Bandung. 2003

20. Graber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Ed.2. Farmedia; 2003: 17-40.

Kamis, 08 November 2012

ANEMIA REGENERATIF

Pengantar

Anemia adalah penurunan jumlah eritrosit ,Hb, atau keduanya dalam sirkulasi darah. Anemia dikelompokkan menjadi Regenerative dan Non-Regenerative anemia (anonimus., 2011).

Anemia didefinisikan sebagai penurunan mutlak dalam massa sel darah merah yang diukur dengan RBC count, konsentrasi hemoglobin, dan PCV. Hal ini dapat berkembang dari kerugian, kerusakan, atau kurangnya produksi RBC. Anemia diklasifikasikan sebagai regeneratif atau nonregenerative. Dalam anemia regeneratif, sumsum tulang merespon dengan tepat ke massa sel menurun merah dengan meningkatkan produksi RBC dan retikulosit melepaskan. Dalam anemia nonregenerative, sumsum tulang tidak cukup untuk merespon kebutuhan yang meningkat untuk RBC. Anemia karena perdarahan atau hemolisis biasanya regeneratif. Anemia yang disebabkan oleh erythropoietin menurun atau kelainan di sumsum tulang nonregenerative.

Anemia mengacu pada penurunan volume sel dikemas (PCV), kadar hemoglobin atau tingkat dari total sel darah merah. Dalam pendekatan klinis untuk pasien anemia, langkah awal adalah untuk menentukan apakah anemia adalah regeneratif atau non-regeneratif. Regenerasi mengacu pada produksi eritrosit baru dari sumsum tulang dan rilis berikutnya mereka ke dalam sirkulasi. Pada anjing, ada periode lag 48-72 jam sebelum sel-sel darah merah tidak matang (retikulosit dan berinti sel darah merah) mulai muncul dalam sirkulasi dan sejauh mana respon regeneratif biasanya sebanding dengan tingkat keparahan penghinaan anemia .

Penyebab Anemia

Penyebab utama anemia adalah:

  1. penyakit dimediasi Immune termasuk immune-mediated anemia hemolitik , penyakit yang disebabkan oleh respon autoimun diarahkan terhadap eritrosit endogen, dan isoerythrolysis neonatal , hasil dari respon imun ibu diarahkan terhadap antigen janin diwarisi dari Sire tersebut.
  2. Pendarahan
  3. Hemolisis
  4. Anemia Penyakit Kronis
  5. Penyakit Infeksi, terutama:

Temuan Klinis:

Tanda-tanda klinis pada hewan anemia tergantung pada derajat anemia, durasi (akut atau kronis), dan penyebab yang mendasarinya. Anemia akut bisa menyebabkan shock dan bahkan kematian jika lebih dari sepertiga dari volume darah yang hilang dengan cepat dan tidak diganti. Dalam kehilangan darah akut, hewan biasanya menyajikan dengan takikardia, selaput lendir pucat, melompat-lompat atau pulsa lemah, dan hipotensi. Penyebab kehilangan darah mungkin jelas, misalnya, trauma. Jika tidak ada bukti perdarahan eksternal ditemukan, sumber kehilangan darah internal atau okultisme harus dicari, misalnya, tumor limpa pecah, koagulopati, ulserasi GI atau parasit, atau neoplasia lainnya. Jika hemolisis hadir, pasien mungkin ikterik. Pasien dengan anemia kronis memiliki waktu untuk menyesuaikan diri, dan presentasi klinis mereka biasanya lebih indolen dengan tanda-tanda samar lesu, lemah, dan anoreksia. Pasien-pasien ini akan memiliki temuan pemeriksaan fisik yang sama, selaput lendir pucat, takikardia, dan mungkin splenomegali atau murmur jantung baru, atau keduanya.

Diagnosis:

Sebuah sejarah lengkap merupakan bagian penting dari kerja-up dari binatang anemia. Pertanyaan mungkin termasuk durasi gejala klinis, riwayat paparan racun (misalnya, rodentisida, logam berat, tanaman beracun), perawatan obat, vaksinasi, riwayat perjalanan, dan setiap penyakit sebelumnya.

Sebuah CBC, termasuk trombosit dan jumlah retikulosit, akan memberikan informasi pada tingkat keparahan anemia dan tingkat respon sumsum tulang, dan juga memungkinkan untuk evaluasi jalur sel lainnya. Pap darah harus dievaluasi untuk kelainan morfologi RBC atau ukuran dan parasit RBC. Indeks RBC (ukuran ukuran dan konsentrasi hemoglobin) yang dihitung oleh counter cell otomatis dikalibrasi untuk spesies yang bersangkutan. RBC ukuran diungkapkan oleh volume corpuscular rata-rata (MCV) dalam femtoliters dan biasanya mencerminkan tingkat regenerasi. Macrocytosis (peningkatan MCV) biasanya berkorelasi dengan anemia regeneratif. Macrocytosis dapat menjadi diwariskan kondisi pudel tanpa anemia dan dapat terjadi pada kucing anemia terinfeksi virus leukemia kucing. Mikrositik RBC merupakan ciri khas dari anemia kekurangan zat besi. Konsentrasi hemoglobin dari setiap RBC, diukur dalam g / dL, didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin rata-rata corpuscular. Kelainan morfologi RBC, seperti stippling basofilik, dapat mengindikasikan keracunan timbal. Pembentukan tubuh Heinz menunjukkan cedera oksidan untuk RBC, sekunder untuk paparan toksin Kucing lebih rentan terhadap pembentukan tubuh Heinz dibandingkan spesies lain, dan bahkan kucing tanpa anemia dapat memiliki sejumlah kecil badan Heinz.

The jumlah retikulosit biasanya dilaporkan sebagai persen dari massa RBC. Nilai ini harus diperbaiki untuk tingkat anemia dalam rangka untuk mengevaluasi tingkat regenerasi. Sebuah jumlah retikulosit absolut (diukur dengan RBC / uL × retikulosit persentase) dari> 50.000 / uL atau> 60.000 / uL pada kucing atau anjing, masing-masing, dianggap regeneratif. Dalam rangka untuk memperbaiki retikulosit persen, formula ini dapat diterapkan:

Sebuah persen retikulosit dikoreksi> 1% menunjukkan regenerasi di anjing dan kucing. Setelah kehilangan darah akut atau krisis hemolitik, retikulositosis biasanya memakan waktu 3-4 hari untuk menjadi jelas.

Sebuah panel kimia serum dan urinalisis mengevaluasi fungsi organ. Jika GI kehilangan darah diduga, pemeriksaan tinja untuk darah yang tersembunyi dan parasit dapat berguna. Radiografi dapat membantu mengidentifikasi penyakit okultisme, seperti sen (toksisitas seng) dalam perut anak anjing dengan anemia hemolitik. Memar atau perdarahan dapat menjadi tanda koagulopati dan menunjukkan perlunya untuk profil koagulasi. Jika penyakit hemolitik dicurigai, darah dapat dievaluasi untuk autoagglutination dan tes Coombs langsung dapat ditunjukkan. Sebuah tes untuk autoagglutination dapat dilakukan dengan menempatkan setetes garam pada slide dengan setetes darah segar pasien, slide harus lembut diputar untuk mencampur tetes bersama-sama, kemudian dievaluasi dan terlalu mikroskopis untuk makro-dan microagglutination. Serologi untuk agen menular seperti virus leukemia feline, Ehrlichia, equine virus menular anemia, dan Babesia juga dapat membantu dalam menentukan penyebab anemia .

Sumsum tulang evaluasi oleh aspirasi dan / atau biopsi diindikasikan pada hewan dengan anemia, dijelaskan nonregenerative. Jika CBC mengungkapkan penurunan lebih dari satu baris sel, mungkin menunjukkan bahwa hipoplasia sumsum, biopsi akan ditunjukkan bersama dengan aspirasi yang. Biopsi aspirasi dan saling melengkapi: biopsi yang lebih baik untuk mengevaluasi arsitektur dan tingkat cellularity dari sumsum, dan aspirasi memungkinkan untuk evaluasi yang lebih baik morfologi selular. Aspirasi juga memungkinkan untuk evaluasi kematangan tertib garis darah merah dan putih sel, rasio merah untuk prekursor sel darah putih (M: E ratio), dan jumlah prekursor trombosit. Besi toko juga dapat dievaluasi dengan pewarnaan biru Prusia. Sebuah M: rasio T dari <1 menunjukkan bahwa produksi sel darah merah lebih besar dari produksi sel darah putih, dengan M: E ratio> 1 sebaliknya kemungkinan. M: Rasio E selalu ditafsirkan dalam terang dari CBC baru-baru ini, karena perubahan rasio juga bisa disebabkan oleh penekanan satu baris sel dibandingkan dengan yang lain.

 
 

Regenerative atau Non Regenerative?

Berikut adalah beberapa fitur dapat digunakan untuk menentukan apakah anemia regeneratif atau non-regeneratif:

Ciri

Yg membarui

Non-regeneratif

Gambar

Berarti Volume corpuscular (MCV)

Peningkatan sebagai retikulosit lebih besar dari eritrosit matang

Normal

Retikulosit
Copyright Arcadian 2.006 Wikimedia Commons

Konsentrasi Hemoglobin berarti corpuscular (MCHC)

Peningkatan sebagai retikulosit mengandung sisa-sisa RNA ribosomal yang hilang dengan perkembangan progresif sel

Normal

Eritrosit
Copyright Arcadian 2.006 Wikimedia Commons

Darah Smear

Howell-Jolly badan dapat hadir sebagai tempat basofilik kecil dalam sel darah merah. Ini merupakan sisa-sisa dari retikulum endoplasma dari eritrosit.

Besar polikromatik sel darah merah mungkin terbukti saat smear yang bernoda dengan Romanowsky noda. Sel-sel ini mungkin mewakili retikulosit tapi ini tidak bisa dikonfirmasi kecuali smear juga ternoda dengan supra-vital seperti noda seperti metilen biru baru. Prosedur terakhir dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat retikulositosis dan untuk menentukan apakah ini sesuai dengan tingkat keparahan anemia.

Sel-sel darah merah biasanya normokromik normositik dan poikilocytosis tapi mungkin jelas dalam kasus gangguan maturasi.

Gambar tubuh Howell Jolly (B) dalam sel darah merah
Hak Cipta Jarkeld 2.009 Wikimedia Commons

Regenerative Anemia

Penyebab utama anemia regeneratif adalah perdarahan dan hemolisis.

Pendarahan

Perdarahan mungkin terjadi dari situs manapun dan mungkin eksternal (sering akibat trauma) atau internal. Setiap bentuk perdarahan spontan tanpa penyebab yang jelas dapat menunjukkan adanya suatu koagulopati mendasari. Presentasi berdarah yang paling umum adalah:

  • Karena gangguan atau erosi pembuluh darah rongga hidung oleh trauma, infeksi neoplasia, jamur atau benda asing epistaksis.
  • Hematuria yang mungkin timbul akibat perdarahan dari setiap bagian dari saluran kemih, terutama ginjal (karena trauma, neoplasia atau idiopatik hematuria) dan kandung kemih (karena trauma, urolithiasis sistitis, dan neoplasia).
  • Melena, hematemesis haematochezia atau karena perdarahan gastro-intestinal. Meleana mengacu pada produksi tinja berwarna hitam dengan darah dicerna sedangkan haematochezia mengacu pada produksi darah segar dengan feses. Klasik, hematemesis digambarkan sebagai menyerupai 'ampas kopi' sebagai darah didenaturasi oleh pH lambung rendah tetapi, sebagai pH lambung dari anjing dapat bervariasi antara 2 dan 6, muntah darah juga dapat muncul sebagai darah merah segar.
  • Hemoptisis mengacu pada produksi darah dari saluran pernapasan. Ini dapat terjadi dengan bentuk parah pneumonia dan dengan perdarahan paru.
  • Haemoabdomen , haemothorax dan hemoperikardium semua bentuk efusi perdarahan yang terjadi pada rongga tubuh.
Hemolisis

Hemolisis dapat terjadi dalam proses berikut:

  • Immune-dimediasi penyakit termasuk Anemia hemolitik kekebalan Mediated dan Isoerythrolysis Neonatal .
  • Infeksi agen termasuk Babesia spp. pada anjing dan ternak, haemofelis Mycoplasma pada kucing, Leptospira spp. pada berbagai spesies dan Clostridium haemolyticum demam menyebabkan Redwater pada sapi.
  • Warisan cacat enzim sel darah merah termasuk kinase piruvat (yang paling sering terjadi di Barat putih terrier Highland) dan fosfofruktokinase (PFK).
  • Hipofosfatemia yang terjadi pada pasca-bersalin ternak (menyebabkan pasca-bersalin haemoglobinuria), dengan sindrom refeeding dan ketika hewan dengan diabetes mellitus yang distabilkan dengan insulin.
  • Paparan racun termasuk pemerkosaan dan kale (yang mengandung radikal SmCo) pada sapi, bawang merah dan bawang putih pada anjing dan parasetamol pada kucing.
  • Mikroangiopati anemia yang terjadi ketika sel-sel darah merah yang dipaksa melalui meshworks kecil fibrin seperti haemangiosarcomas , koagulasi intravaskular diseminata (DIC) atau endokarditis bakteri.

· Hemolisis biasanya menghasilkan respon yang lebih kuat daripada regeneratif perdarahan dan dapat dibedakan oleh konsentrasi protein plasma, ini akan jatuh dengan perdarahan, tetapi tidak dengan hemolisis.

SUMBER

http://en.wikivet.net/Regenerative_and_Non-Regenerative_Anaemia

http://www.merckvetmanual.com/mvm/htm/bc/10200.htm

http://allizzwellmyfrenz.wordpress.com/2011/02/27/anemia/

Minggu, 21 Oktober 2012

Salmonellosis Pada Ruminansia dan Mamalia


BAB 1
PENDAHULUAN

         
Salmonella merupakan bakteri yang ditemukan di Amerika pada tahun 1899. Sakit yang disebabkan oleh salmonella disebut salmonelosis. Penyakit ini terus meningkat dengan semakin intensifikasinya produksi peternakan dan teknik laboratorium yang semakin canggih.Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Gejala salmonellosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis. Selain gastroenteritis, beberapa spesies Salmonella juga dapat menimbulkan gejala penyakit lainnya. Misalnya demam enterik seperti demam tifoid dan demam paratifoid, serta infeksi lokal.

Bakteri Salmonella dapat ditularkan dari hewan yang menderita salmonellosis atau karier ke manusia, melalui bahan pangan telur, daging, susu, atau air minum dan bahan-bahan lainnya yang tercemar oleh ekskresi hewan penderita atau sebaliknya (animal and human carrier)


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Salmonella ditularkan kepada manusia terutama sewaktu makan makanan yang tidak cukup matang dari binatang yang terinfeksi (yaitu daging, ayam, telur dan produknya). Penularan melalui ‘pencemaran silang’ terjadi apabila Salmonella mencemari makanan yang siap dimakan: misalnya, apabila makanan yang tidak akan dimasak lagi dipotong dengan pisau tercemar atau melalui tangan pengendali makanan yang terinfeksi. Salmonella dapat menular dari orang ke orang melalui tangan orang yangterinfeksi. Penyakit ini juga dapat ditularkan dari binatang kepada manusia. (anonimus : 2008)
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat yang menyebabkan tifoid, paratifod, dan penyakit foodborne. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfida. Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis) yang pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi. (anonimus : 2012)
Salmonela merupakan biasa terdapat pada semua hewan dan burung dan diekskresikan melalui tinja. Strain yang diadaptasi oleh hospes dapat menyebabkan penyakit serius (misalnya salmonellosis dublin pada ternak, salmonellosis pulorum pada ayam)Reservoir utama pada infeksi manusia adalah unggas, sapi, domba, dan babi. Infeksi pada hewan diperoleh akibat pemberian makanan hewan dengan kotoran rumah pejagalan, penyebaran oral-fekal dan tinja yang terkontaminasi telur yang menetas.
salmonellosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh organisme dari 2 jenis salmonella (S. enteritica dan S. bongori), meskipun sebagai bakteri yang terdapat di saluran pencernaan, salmonella menyebar luas di lingkungan, umumnya ditemukan pada sampah dan bahan-bahan yang berhubungan. (Masniari : 2010)




BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 ETIOLOGI          
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Gamma Proteobakteria
Ordo:
Famili:
Genus:
Salmonella
Lignieres 1900
Spesies:   S. bongori
               
S. enterica
Salmonellosis adalah salah satu penyakit zoonosis yang disebut foodborne diarrheal disease dan terdapat di seluruh dunia. Disebutfoodborne diarrheal disease karena penyakit ini ditularkan oleh ternak carrier yang sehat kemanusia melalui makanan yang terkontaminasi Salmonella spp.
           





 
3.2 TRANSMISI
Salmonellosis pada sapi disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella dublin, S. typhimurium atau S. newport. Penyakit ini menyebabkan peradangan usus atau enteritis dan invasi organisme ke dalam aliran darah menyebabkan septisemia. Salmonella tidak tahan hidup di alam, terutama dalam suasana kering. Salmonellosis pada sapi di Indonesia ditemukan di mana-mana. Pada tahun 1984 dilaporkan infeksi S. dublin pada sapi dan kerbau di Sumatera Utara dan kemudian pada tahun 1988 salmonellosis telah menyebabkan banyak kematian pada sekelompok anak sapi di Semarang.
Penularan salmonellosis terjadi melalui pakan atau minuman yang tercemar dengan tinja dari ternak yang terinfeksi. Ternak yang terinfeksi dapat tetap mengeluarkan kuman 3-4 bulan setelah sembuh. Selain itu penularan juga dapat terjadi secara intra uterin. Gejala klinis salmonellosis akut berupa demam, lesu, kurang nafsu makan. Pada sapi perah dapat menurunkan produksi susu. Ternak juga mengalami diare berdarah dan berlendir. Kematian dapat terjadi dalam waktu 3-4 hari setelah infeksi. Anak sapi umur 2-6 minggu yang terinfeksi secara akut dapat mengalami septisemia tanpa timbul diare. Selain itu hewan dalam keadaan bunting dapat mengalami keguguran jika terinfeksi.

3.3 GAMBARAN KLINIS
            Infeksi subklinis sering terjadi dan mungkin banyak hewan yang menjadi carier yang intermiten atau persisten. Tetapi sapi dapat menderita demam, diare, dan abortus. Anak sapi mengalami wabah epizootik diare dengan angka kematian yang tinggi. Pada babi, demam dan diare lebih jarang terjdi dibanding sapi. Domba, kambing, dan unggas yang terinfeksi biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
            Diagnosis di dasarkan atas gejala klinis, identifikasi kuman dan perubahan pasca mati berupa penebalan selaput lendir usus yang berdarah dan jejas nekrotik. Pada anak sapi yang terserang selaput lendirnya dapat terjadi pneumonia. Isolasi kuman dapt dilakukan dari spesimen tinja, air kencing dan potongan usus. Diagnosis banding salmonellosis adalah pasteurellosis, keracunan pakan, kolibasilosis, koksidiosis, IBR, infeksi Clostridium perfringens tipe B dan C serta paratuberkulosis.
3.4 LESI (HITOPATOLOGI & PATOLOGI ANATOMI)
            Setelah berhasil memasuki tubuh penderita kuman akan memperbanyak diri di dalam usus. Dalam waktu yang relative singkat infeksi tersebut dapat menyebabkan septisemia (sepsis). Yang dalam waktu pendek dapat menyebabkan kematian penderita. Apabila yang terjadi hanya bakteriemia, mungkin kuman-kuman hanya akan menyebabkan radang usus akut. Pada yang sifatnya kronik, kuman dapat diisolasi dari kelenjar-kelenjar limfe di sekitar usus, hati, limpa dan kantong empedu. Kuman kadang-kadang dibebaskan dari tubuh melalui tinja atau air susu. Pada infeksi yang bersifat laten, kuman akan berkembang biak di dalam tubuh bila keadaan umumnya menurun. Penurunan kondisi tubuh mungkin disebabkan karena stress pengangkutan atau oleh gangguan faal yang lain.
Gambar 3.2 Septisemi
3.5 DIAGNOSA
            Untuk menumbuhkan Salmonella dapat digunakan berbagai macam media, salah satunya adalah media Hektoen Enteric Agar (HEA). Media lain yang dapat digunakan adalah SS agar, bismuth sulfite agar, brilliant green agar, dan xylose-lisine-deoxycholate (XLD) agar. HEA merupakan media selektif-diferensial. Media ini tergolong selektif karena terdiri dari bile salt yang berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan beberapa gram negatif, sehingga diharapkan bakteri yang tumbuh hanya Salmonella. Media ini digolongkan menjadi media diferensial karena dapat membedakan bakteri Salmonella dengan bakteri lainnya dengan cara memberikan tiga jenis karbohidrat pada media, yaitu laktosa, glukosa, dan salisin, dengan komposisi laktosa yang paling tinggi. Salmonella tidak dapat memfermentasi laktosa, sehingga asam yang dihasilkan hanya sedikit karena hanya berasal dari fermentasi glukosa saja. Hal ini menyebabkan koloni Salmonella akan berwarna hijau-kebiruan karena asam yang dihasilkannya bereaksi dengan indikator yang ada pada media HEA, yaitu fuksin asam dan bromtimol blue.
Diagnosis di dasarkan atas gejala klinis, identifikasi kuman dan perubahan pasca mati berupa penebalan selaput lendir usus yang berdarah dan jejas nekrotik. Pada anak sapi yang terserang selaput lendirnya dapat terjadi pneumonia. Isolasi kuman dapt dilakukan dari spesimen tinja, air kencing dan potongan usus. Diagnosis banding salmonellosis adalah pasteurellosis, keracunan pakan, kolibasilosis, koksidiosis, IBR, infeksi Clostridium perfringens tipe B dan C serta paratuberkulosis.

3.6  TREATMENT
            Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik Khloramfenikol. Obat ini memberikan efek klinis paling baik dibandingkan obat lain. Tapi Khloramfenikol memiliki efek toksik pada sumsun tulang. Dengan obat lain seperti : ampisilin, amoksisilin, dan Trimetropin – sulfametoksasole dapat digunakan untuk pengobatan demam tifoid dimana strain kuman penyebab telah resisten terhadap khloramfenikol. Pencegahan terhadap infeksi Salmonella dilakukan dengan imunisasi vaksin monovalen kuman Salmonella typhosa. Vaksin akan merangsang pembentukan serum antibodi terhadap antigen Vi, O, dan H. antigen H memberikan proteksi terhadap Salmonella typhosa, tetapi tidak demikian halnya antibodi Vi dan O. pencegahan juga bisa dilakukan dengan perlakuan terhadap daging yang baik dan, memberi pengetahuan tentang bahayanya kuman SalmonellaPengobatan dengan antibiotik dan sulfonamid segera setelah terjadi diare dan demam akan mengurangi kematian tetapi merupkan kontraindikasi bagi carier yang sehat dimana pengobatan ini akan memperpanjang lamanya carier.
            Terdapat vaksin untuk Salmonellosis dublin dan Salmonellosis typhimurium pada anak sapi. Sediaan vaksin hidup dari strain kasar Salmonellosis dublin memberikan perlindungan yang baik bagi anak sapi untuk melawan Salmonellosis dublin dan Salmonellosis typhimurium.




BAB 4
KESIMPULAN

1.      Infeksi salmonella menyebabkan septisemia (sepsis)
2.      Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik Khloramfenikol.
3.      Diagnosis di dasarkan atas gejala klinis, identifikasi kuman dan perubahan pasca mati berupa penebalan selaput lendir usus yang berdarah dan jejas nekrotik.
4.      Salmonellosis pada sapi disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella dublin, S. typhimurium atau S. Newport.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimus.2008. Syarat Kesehatan Hewan Sapi Bibit Ditinjau dari Penyakit Bakteri..http://www.bbalitvet.org/index.php?option=com_content&task=view&id=298&Itemid=1

Anonimus.2009. Typhoid Feverhttp://www.rightdiagnosis.com/phil/html/typhoid-fever/2219.html

Anonimus.2012. Salmonella.http://id.wikipedia.org/wiki/Salmonella

Saulandsinaga.2010.Salmonellosis(Lisnawati).http://blogs.unpad.ac.id/saulandsina  ga/2010/03/22/salmonellosis-lisnawati/

wawunxSalmonellosis pada sapi.http://komunitas-dokterhewan.blogspot.com/2008/03/salmonellosis-pada-sapi.html